Slide 1 Title Here

Replace these slide 1 sentences with your own featured slide descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions...

Slide 2 Title Here

Replace these slide 2 sentences with your own featured slide descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions...

Slide 3 Title Here

Replace these slide 3 sentences with your own featured slide descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions...

Slide 4 Title Here

Replace these slide 4 sentences with your own featured slide descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions...

Slide 5 Title Here

Replace these slide 5 sentences with your own featured slide descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions...

Senin, 15 November 2010

Posted by achmad riza pamula On 20.35 0 komentar

STAKEHOLDERS DAN PERANAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH STAKEHOLDERS TERSEBUT DALAM MASALAH PENYAKIT MALARIA DAN PD3I

A. DISEMINASI MALARIA DAN PD3I
Setelah kegiaan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi, maka harus dilakukan diseminasi kepada stakeholder (pihak yang berkepentihan) yang mempunyai kemampuan untuk berkontribusi dalam menyelesaiakan masalah yang ada secara bersama-sama. Kita sangat menyadari bahwa masalah kesehatan tidak dapat atau lebih tepatnya tidak akan mampu masalah kesehatan hannya diatasi oleh orang / sektor kesehatan saja. Pemecahan masalah kesehatan memerlukan kontribusi sektor lain.
Diseminasi adalah penyebarluasan informasi surveilans kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders), agar dapat dilakukan action secara cepat dan tepat. Penyakit malaria dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi membutuhkan program-program untuk pencegahan dan pemberantasan. Dalam pelaksanaan program ini dibutuhkan bantuan dari berbagai pihak. Maka pelaksanaan program ini memerlukan diseminasi terhadap berbagai stakeholder terkait.

B. MALARIA DAN PD3I
1. Malaria
Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Berdasarkan survai unit kerja SPP (serangga penular penyakit) telah ditemukan di Indonesia ada 46 species nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari species-species nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat menularkan penyakit malaria. Dengan kata lain di Indonesia ada 20 species nyamuk anopheles yang berperan sebagai vektor penyakit malaria.
Untuk menujang program pemberantasan malaria perilaku vektor yang ada hubungannya dengan ketiga macam tempat tersebut penting untuk diketahui seperti terlihat dibawah ini:
a. Perilaku Mencari Darah.
b. Perilaku Istirahat.
c. Perilaku Berkembang Biak.
d. Cara penularan penyakit malaria .
Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:
1) Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles.
2) Penularan yang tidak alamiah.
a) Malaria bawaan (congenital).
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.
b) Secara mekanik.
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di Bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intra vena dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble).
c) Secara oral (Melalui Mulut).
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi).
2. PD3I (Penyakit Dapat Dicegah Dengan Imunisasi)
Penyakit Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian anak di Indonesia.
a. Difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernapasan. Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernapasan yang berakibat kematian.
b. Pertusis
Disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Penyebaran pertusis adalah melalui tetesan-tetesan kecil yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala penyakit adalah pilek , mata merah, bersin, demam dan batuk ringan yang lama-kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah pneumania bacterialis yang dapat menyebabkan kematian.
c. Tetanus
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk kedalam luka yang dalam . Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Pada bayi terldapat juga gejata berhenti menetek (sucking) antara 3 s/d 28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian.
d. Tuberculosis
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa (disebut juga batuk darah). Penyakit ini menyebar melalui pernapasan lewat bersin atau batuk. Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan (mungkin) batuk darah.gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Tuberculosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian.
e. Campak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles. Disebarkan melalui droplet bersin atau batuk dari penderita. Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemarahan , batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah).Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ketubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran napas (pneumonia).
f. Poliomielitis
Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan , yaitu virus polio type 1,2 atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah Anak dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis=AFP) . Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.
g. Hepatitis B
Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses persalinan , melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian.



C. PERANAN STAKEHOLDERS DALAM MENANGANI MASALAH KESEHATAN
Beberapa stakeholders dan peranannya yang dapat dilakukan oleh stakeholders tersebut dalam masalah penyakit dibawah ini :

1. Malaria

a. Pemerintah
Pemerintah kota/kabupaten berwenang dalam masalah kebijakan-kebijakan pencegahan dan penanggulangan malaria. Kebijakan ini menjadi langkah represif untuk penanganan dan pencegahan malaria dari Pemerintah kota/kabupaten langsung ke masyarakat. Bentuk peran lainnya adalah pengalokasian dana untuk program pemberantasan dan pencegahan penyakit malaria.
1) Bupati : memberikan surat keputusan atau kebijakan kepada setiap kecamatan agar berperan aktif dalam pemberantasan penyakit malaria.
2) Kecamatan : memberikan surat keputusan atau kebijakan dari bupati kepada desa/kelurahan.
3) Kelurahan : melaksanakan surat keptusan atau kebijakan mengenai pemberantasan malaria dengan cara memberitahukan kepada perangkat desa, dan organisasi sosial yang ada, seperti posyandu, PKK, dan perkumpulan-perkumpulan yang lain.
b. Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan merupakan penyelenggara kegiatan surveilans terhadap penyakit malaria. Hasil kegiatan surveilans ini berupa data kesakitan malaria akan digunakan untuk penanganan masalah lebih lanjut. Seperti penggalakan program pemberantasan sarang nyamuk (fogging dan program 3M Plus) terhadap masyarakat, penyuluhan tentang bahaya malaria oleh puskesmas setempat,juga pemberdayaan masyarakat dalam mengelola lingkungan.
Dinas kesehatan berperan penting dalam program penanganan PD3I dalam hal penyediaan tenaga kesehatan, sarana prasarana untuk imunisasi dan peningkatan program imunisasi di seluruh wilayah kecamatan. Agar dinas kesehatan dapat melakukan tugas tersebut maka dilaksanakan surveilans untuk mengetahui perkembangan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
1) P2P (Program Pemberantasan Penyakit ) : orang-orang didalam lingkup P2P mereka akan bertindak memberantas penyakit malaria dilihat dari vektor nyamuknya.
2) Sanitasi Lingkungan : orang-orang didalam lingkup sanitasi lingkungan akan membenahi sistem sanitasi di daerah yang bermasalah, contohnya daerah yang memiliki genangan air limbah domestik yang tidak tepat maka sanitarian berhak memikirkan masalah ini.
3) Promosi Kesehatan : Divisi ini berperan mempromosikan hidup sehat agar terhindar dari penyakit malaria. Contohnya mempromosikan bersih-bersih selokan atau parit, membabat tanaman-tanaman yang terlalau lebat (yang berpotensi sebagai habitat nyamuk Anopheles).
Peran Dinas Kesehatan yaitu membuat kebijakkan mengenai pengendalian malaria, yaitu :
1) Diagnosa Malaria harus terkonfirmasi atau Rapid Diagnostic Test.
2) Pengobatan Menggunakan Combination Therapy/ ACT
3) Pencegahan penularan malaria dengan kelambu ( Long Lasting Insekticidal Net )
4) Kerjasama lintas sektor dalam forum gebrak malaria dan lintas program
5) Memperkuat Desa Siaga dengan pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes )
6) Membuat kebijakan dalam pengendalian vektor penyakit malaria dan melakukan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Kebijakan tersebut antara lain :
a) Pelatihan petugas
b) Penemuan aktif penderita
c) Penatalaksanaan kasus dan pengobatan
d) Pengendalian vector, antara lain :
i. Penemuan penderita malaria baik secara aktif melalui kegiatan Mass Blood Survey ( MBS ) maupun pasif ( rutin puskesmas )
ii. Pembagian kelambu berinsektisida kepada masyarakat miskin, ibu hamil, bayi dan balita
iii. Screening malaria bagi ibu hamil saat kunjungan trimester pertama pada tenaga kesehatan
iv. Penyemprotan dinding luar rumah ( Indoor Residual Sprying )
e) Pos malaria desa
f) Penyediaan sarana ( mikroskop, RDT ) bahan laboratorium dan obat-obatan (ACT)
c. Dinas lingkungan
Dinas lingkungan mempunyai peran dalam pemantauan program 3m+ pada masyarakat secara berkala, bekerja sama dengan Dinas Kesehatan
d. Puskesmas
Puskesmas sebagai bagian dari dinas Kesehatan, melakukan sosialisasi dengan warga tentang Malaria.
Peran :
Memberikan penyuluhan langsung terhadap masyarakat yang bekerja sama dengan kader masyarakat.
e. Dinas Perkebunan
Dinas perkebunan berperan dalam penataan tanaman perkebunan, sehingga dapat mengurangi habitat nyamuk Anopheles.
f. Dinas Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP & PL), Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Kesehatan Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P)
Pengendalian malaria dapat dilakukan melalui peran Dinas PP dan PL sebagai stakeholder terkait dengan habitat nyamuk anopeles yang terdapat di rawa, tambak yang terlantar, genangan air. Oleh karena itu dinas PP &PL dapat mengambil kebijakan dengan bekerjasama dengan dinas Pekerjaan Umum dalam pengendalian dan pembersihan habitat nyamuk Anopheles sp sebagai vektor penyebab malaria.
g. Dinas keimigrasian
Sebagai stakeholder dinas keimigrasian bekerja sama dengan dinas perhubungan untuk memantau apakah transportasi yang digunakan bebas dari vektor nyamuk Anopheles. Oleh karena itu, transportasi yang akan menuju ke suatu daerah harus dilakukan pembersihan nyamuk Anopheles sebelum berangkat dan setelah tiba di suatu daerah terutama di daerah dengan endemis malaria.
h. Dinas peternakan
Nyamuk vektor malaria banyak terdapat di tambak ikan yang tidak digunakan atau terabaikan. Dinas peternakan dapat berperan dalam melakukan kegiatan promosi mengenai habitat nyamuk vektor malaria atau dengan kata lain mengkomunikasikan dengan para pemilik tambak untuk membersihkan atau mengurus tambak ikan yang mereka punya.
i. Dinas kehutanan dan Dinas Kesehatan bagian Promosi Kesehatan.
Habitat nyamuk Anopheles juga terdapat di hutan-hutan tropis. Oleh karena itu, Dinas kehutanan dapat memberikan proteksi terhadap pekerja yang masuk hutan atau masyarakat yang berada di sekitar wilayah hutan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan kerja sama dengan Dinas Kesehatan bidang Promosi Kesehatan untuk memberi warning tentang apa yang harus dilakukan oleh masyarakat saat masuk hutan, seperti memakai lotion anti nyamuk, baju panjang, dan juga memberi kelambu pada masyarakat di sekitar hutan untuk memberi proteksi dari vektor malaria saat tidur. Pemberian penyuluhan bagi masyarakat dirasa perlu karena dengan adanya penyuluhan tersebut maka pengetahuan masyarakat akan bertambah mengenai penyakit malaria sehingga dapat merubah perilaku buruknya tentang kesehatan sehingga dapat terhindar dari penyakit malaria.
j. BMKG
Distribusi musiman vektor sangat penting untuk diketahui. Data distribusi musiman ini apabila dikombinasikan dengan data umur populasi vektor akan menerangkan musim penularan yang tepat. Pada umumnya satu species yang berperan sebagai vektor, memperlihatkan pola distribusi manusia tertentu. Untuk daerah tropis seperti di Indonesia pada umumnya densitas atau kepadatan tinggi pada musim penghujan, kecuali An.Sundaicus di pantai selatan Pulau Jawa dimana densitas tertinggi pada musim kemarau.
Dengan adanya hal tersebut maka BMKG berperan dalam memberikan informasi kepada Dinas Kesehatan dan masyarakat untuk lebih waspada terhadap perubahan musim yang terjadi sehingga dapat lebih mewaspadai adanya ancaman penyakit malaria bagi mereka dan mereka dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan mengurangi atau menghindari faktor risiko terjadinya penyakit malaria.


2. PD3I ((Penyakit Dapat Dicegah Dengan Imunisasi)
a. Pemerintah
Pemerintah merupakan instansi yang bergerak untuk mendanai program PD3I ((Penyakit Dapat Dicegah Dengan Imunisasi)
b. Dinas Kesehatan
Sebagai pelaksanan utama dari program PD3I melalui beberapa program antara lain:
1) Program KIA
Program imunisasi termasuk program kerja KIA yang sudah memiliki ketentuan dan jadwal.
2) Program promosi kesehatan
Didalam pelaksanaan imunisasi Program KIA membutuhkan bantuan orang-orang Promosi Kesehatan untuk mensosialisasikan pentingnya imunisasi kepada masyarakat.
3) Program pemberantasan penyakit
Polio merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam program pemberantasan penyakit . salah satu metode pemberantasan penyakit polio adalah dengan imunisasi., oleh karena itu Program pemberantasan penyakit membutuhkan KIA karena cakupan dari imunisasi polio adalah anak-anak.
c. Dinas Pendidikan
Menindaklanjuti program pemerintah yaitu Lima Imunisasi Dasar pada bayi dan anak, cakupan umur sasaran termasuk dalam anak usia sekolah, maka dari itu Dinas Pendidikan memiliki peranan penting untuk mensukseskan program tersebut. Melalui sekolah – sekolah, Dinas Kesehatan melakukan kerjasama seperti misalkan diadakannya imunisasi di sekolah dasar.
d. Puskesmas
Melakukan sosilaisasi kepada masyarakat tentang guna imunisasi
e. Posyandu
Posyandu sebagai pelaksana program kesehatan Ibu dan anak di masyarakat. Setiap desa memiliki kader posyandu yang berfungsi mensosialisasikan dan melaksanakan program KIA(imunisasi) di desa tersebut. masyarakat lebih mudah didekati oleh para kader dari desa mereka sendiri dari pada petugas kesehatan.
f. PKK
Sasaran imunisasi mayoritas merupakan bayi dan anak usia sekolah dimana ibu memiliki peranan penting dalam menyukseskan imunisasi tersebut, pengetahuan ibu tentang imunisasi dapat empengaruhi kesediaan ibu untuk mengimunisasikan anaknya. Peran ibu –ibu PKK adalah untuk memberikan pemahaman kepada warganya (ibu-ibu) tentang imunisasi. Namun sebelumnya inbu- ibu PKK terlebih dahulu diberi pengetahuan mengenai imunisasi dari puskesmas atau petugas kesehatan
g. Dinas Sosial
Dinas Sosial berfungsi sebagai penyandang dan pengumpul dana kegiatan atau program imunisasi.
h. Bidang kesehatan ibu dan anak
Berperan dalam pembuatan kebijakan program imunisasi yang ditujukan kepada ibu hamil dan wanita usia subur tidak hamil serta bayi, balita dan anak-anak.
i. Kelurahan
Kelurahan berperan dalam pengadaan posyandu yang di dalamnya terdapat kegiatan imunisasi. Kelurahan bekerjasama dengan RW dan RT setempat untuk mengadakan program posyandu.
j. Keluarga
Melalui orang tua,peran keluarga sangat penting yaitu dalam pengambilan keputusan kesehatan bagi anak-anaknya. Khususnya pengambilan keputusan untuk mengikutsertakan anaknya dalam kegiatan imunisasi.
k. Kader kesehatan
Kader kesehatan sebagai stakeholder nonformal melakukan upaya penyuluhan, pengenalan dan promosi kegiatan imunisasi, sehingga diharapkan masyarakat mengetahui tentang pentingnya kegiatan imunisasi tersebut.

Rabu, 03 November 2010

Posted by achmad riza pamula On 02.17 1 komentar

Metode Survei Analitik dan Contoh Kasusnya

STUDI CROSS SECTIONAL

A.Pengertian
Cross sectional yaitu studi yang mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat. Tentunya tidak semua subjek penelitian harus diperiksa pada hari atau saat yang sama, akan tetapi baik variabel resiko maupun variable efek dinilai hanya satu kali saja. Faktor resiko serta efek tersebut diukur menurut keadaan atau statusnya pada waktu dilakukan observasi. Studi cross-sectional merupakan salah satu jenis studi observasional untuk menentukan hubungan antara faktor resiko dengan penyakit.
Dalam penerapannya studi cross-sectional mempunyai beberapa langkah pelaksanaanya ,diantaranya :
1.Merumuskan pertanyaan penelitian beserta hipotesis yang sesuai
2.Mengidentifikasi variabel bebas dan tergantung
3.Menetapkan subjek penelitian
4.Melaksanakan pengukuran
5.Melakukan analisis

B.Kelebihan Penelitian Cross-Sectional

1.Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum, tidak hanya mencari pengobatan, hingga generalisasinya cukup memadai.
2.Desain ini relatif mudah, murah, dan hasilnya cepat dapat diperoleh.
3.Dapat dipakai untuk meneliti sekaligus banyak variabel.
4.Tidak terancam loss to follow up (drop out)
5.Dapat dimasukan kedalam tahapan pertama suatu penelitian kohort atau eksperimen, tanpa atau dengan sedikit sekali menambah biaya.
6.Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian berikutnya yang lebih konklusif. Missal suatu laporan cross-sectional mengenai hubunganya kadar HDL kolesterol dan konsumsi alkohol dapat merupakan dasar untuk penelitian kohort atau eksperimen untuk memastikan hubungan sebab dan efek.

C.Kekurangan Penelitian Cross-Sectional

1.Sulit untuk menetukan sebab dan akibat karena pengambilan data resiko dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan (temporal relationship tidak jelas). Akibatnya sering tidak mungkin ditentukan mana yang sebab dan mana akibat.
2.Studi prevalens lebih banyak menjaring subjek yang mempunyai masa sakit yang panjang daripada mereka yang mempunyai masa sakit yang pendek. Hal ini disebabkan karena individu yang cepat sembuh atau yang cepat meninggal akan mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring dalam studi ini. Bila karakteristik pasien yang cepat sembuh atau cepat meninggal itu berbeda dengan mereka yang mempunya masa sakit yang panjang, maka akan dapat terjadi salah.
3.Dibutuhkan subjek yang cukup besar, terutama bila variabel yang dipelajari banyak
4.Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidens, maupun prognosis.
5.Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang.
6.Mungkin terjadi bias prevalens atau bias insidens karena efek suatu faktor resiko selama selang waktu tertentu disalahtafsirkan sebagai efek penyakit.

D.Contoh Kasus Dengan Menggunakan Studi Cross-Sectional
Mencari hubungan antara kebiasaan menggunakan obat nyamuk semprot dengan batuk kronik berulang (BKB) pada anak balita. Desain yang dipilih adalah studi cross-sectional langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian adalah :
1.Menetapkan pertanyaan penelitian : apakah ada hubungan antara kebiasaan memakai obat nyamuk semprot dengan kejadian BKB pada anak balita ??
Hipotesis yang sesuai adalah : kebiasaan pemakaian obat nyamuk semprot berhubungan dengan peningkatan kejadian BKB.
2.Identifikasi variabel :
•Faktor resiko yang diteliti : penggunaan obat nyamuk semprot.
•Efek : BKB pada balita.
•Faktor resiko yang tidak diteliti : riwayat asma dalam keluarga, tingkat sosial ekonomi, jumlah anak, dll.
Semua istilah tersebut harus dibuat definisi operasional yang jelas, sehingga tidak bermakna ganda.
3.Penetapan subjek penelitian :
•Populasi terjangkau : Balita pengunjung poliklinik yang tidak mempunyai riwayat asma dalam keluarga, tingkat sosial ekonomi tertentu, jumlah anak dalam keluarga tertentu.
•Sampel : dipilih sejumlah anak balita sesuai dengan perkiraan besar sampel (misalnya telah dihitung sejumlah 250 anak). Cara pemilihan: random sampling dengan mempergunakan tabel random.
4.Pengukuran
•Faktor resiko : ditanyakan apakah dirumah subjek biasa dipergunakan obat nyamuk semprot.
•Efek : dengan kriteria tertentu ditetapkan apakah subjek menderita BKB.
5.Analisis hasil : gambar 1.1

BKB
Ya Tidak Jumlah
Obat Nyamuk Ya 30 70 100
Tidak 15 135 150

Gambar 1.1 hasil pengamatan cross sectional untuk mengetahui hubungan antara pemakain obat nyamuk semprot dengan BKB balita.


STUDI KASUS-KONTROL

A.Pengertian
Penelitian kasus-kontrol juga sering disebut case-comparison study case-compeer study, case-referent study atau retrospective study yaitu merupakan penelitian epidemiologic analitik observasional yang mengkaji hubungan antara efek (dapat berupa penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor resiko tertentu. Desain penelitian kasus-kontrol dapat dipergunakan untuk mencari hubungan seberapa jauh faktor resiko mempengaruhi terjadinya penyakit (cause-effect relationship).
Dalam penerapannya studi kasus-kontrol mempunyai beberapa langkah pelaksanaanya ,diantaranya :
1.Menetapkan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai
2.Mendiskripsikan variabel penelitian : faktor resiko, efek
3.Menetukan populasi terjangkau dan sampel (kasus, kontrol), dan cara untuk pemilihan subjek penelitian.
4.Melakukan pengukuran variabel efek dan faktor resiko.
5.Menganalisi data.

B.Kelebihan Penelitian Kasus-Kontrol

1.Studi kasus-kontrol dapat atau kadang bahkan merupakan satu-satunya cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa latennya panjang.
2.Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
3.Biaya yang diperlukan biasanya relatif lebih sedikit.
4.Memerlukan subjek penelitian yang lebih sedikit.
5.Memungkinkan untuk mengidentifikasi pelbagi faktor resiko sekaligus.

C. Kelemahan Penelitian Kasus-Kontrol

1.Data mengenai pajanan factor resiko diperoleh dengan mengandalkan daya ingat atau catatan medik. Daya ingat responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat pajanan terhadap faktor resiko daripada responden yang tidak mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini catatan medik rutin yang sering dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu akurat.
2.Validasi mengenai informasi kadang-kadang sukar diperoleh.
3.Karena kasus dan control dipilih oleh peneliti maka sukar untuk meyakinkan bahwa kedua kelompok itu sebanding dalam faktor eksternal dan sumber bias lainnya.
4.Tidak dapat memberikan incidence rates.
5.Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari satu variabel dependen, hanya berkaitan dengan satu penyakit atau efek.

D.Contoh Kasus :
Hubungan antara Penyakit Diabetes Mellitus (DM) pada remaja dengan perilaku pemberian makanan.
i.Tahap pertama: Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian
1.Variabel dependen: remaja yang menderita DM (juvenile diabetes mellitus)
2.Variabel independen: perilaku ibu dalam memberikan makanan.
3.Variabel independent yang lain: pendidikan ibu, pendapatan keluarga, informasi mengenai komposisi gula dalam makanan
ii.Tahap kedua: Menentukan subjek penelitian (populasi dan sample penelitian). Subjeknya adalah ibu dan anak remajanya. Subjek ini perlu dibatasi daerah mana yang dianggap menjadi populasi dan sample penelitian ini.
iii.Tahap ketiga: Mengidentifikasi kasus, yaitu remaja yang menderita diabetes mellitus. Remaja yang menderita DM ditentukan dengan standar kadar gula dalam darah.
iv.Tahap keempat: Pemilihan subjek sebagai kontrol, remaja yang tidak menderita diabetes mellitus. Pemilihan kontrol hendaknya didasarkan pada kesamaan karakteristik subjek pada kasus. (ciri-ciri masyarakat, sosial ekonomi dan sebagainya).
v.Tahap kelima: Melakukan pengukuran secara retrospektif. Pengukuran terhadap kasus (remaja yang menderita DM) dan dari kontrol (remaja yang tidak menderita DM). Memberikan pertanyaan kepada remaja dan orang tuanya dengan metode recall. (jenis-jenis makanan, minuman dan komposisi gula di dalamnya dan lain-lain).

Tahap keenam: Melakukan pengolahan dan analisis data. Dilakukan dengan membandingkan proporsi remaja yang mengkonsumsi gula pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Diharapkan akan muncul atau tidaknya bukti hubungan antara penyakit DM dengan konsumsi gula pada remaja

STUDI KOHORT

A.Pengertian
Studi kohort merupakan penelitian epidemiologik analitik non-eksperimental yang mengkaji hubungan antara faktor resiko dengan efek atau penyakit. Perkataan kohort berasal dari istilah Romawi Kuno cohort yang berarti sekelompok tentara yang maju berbaris ke medan perang. Model pendekatan yang digunakan pada rancangan penelitian kohort adalah pendekatan waktu secara longitudinal atau time period approach, kausa atau faktor resiko diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian subjek diikuti sampai periode waktu tertentu untuk melihat terjadinya efek atau penyakit yang diteliti.
Dalam penerapannya studi kohort mempunyai beberapa langkah pelaksanaanya ,diantaranya :
1.Merumuskan pertanyaan penelitian
2.Menetapkan kohort
3.Memilih kelompok kontrol
4.Mengidentifikasi variabel penelitian
5.Mengamati timbulnya efek
6.Menganalisis hasil

B.Kelebihan

1.Studi kohort merupakan desain yang terbaik dalam menetukan insidens dan perjalanan penyakit atau efek yang diteliti.
2.Studi kohort paling baik dalam menerangkan hubungan dinamika hubungan antara faktor resiko dengan efek secara temporal.
3.Studi kohort merupakan pilihan terbaik untuk kasus yang bersifat fatal dan progresif.
4.Studi kohort dapat dipakai untuk meneliti beberapa efek sekaligus dari suatu faktor resiko tertentu.
5.Karena pengamatan dilakukan secara continue dan longitudinal, studi kohort memiliki kekuatan yang andal untuk meneliti berbagai masalah kesehatan yang makin meningkat.

C.Kekurangan

1.Studi kohort biasanya memerukan waktu yang lama.
2.Sarana dan biaya biasanya mahal.
3.Studi kohort seringkali rumit.
4.Kurang efisien segi waktu maupun biaya untuk meneliti kasus yang jarang terjadi.
5.Terancam terjadinya drop out atau terjadinya perubahan intensitas pajanan atau faktor resiko dapat menggangu analisis hasil.
6.Dapat menimbulkan masalah etika oleh karena peneliti membiarkan subjek terkena pajanan yang dicurigai atau dianggap dapat merugikan subjek.

D.Contoh Kasus :
Hubungan antara Penyakit Jantung dengan Merokok
1)Tahap pertama: Menentukan variabel-variabel penelitian
a)Variabel dependen: Penyakit Jantung
b)Variabel independen: orang yang merokok (responden)
c)Variabel pengendali: umur, pekerjaan, jenis kelamin dan sebagainya dari responden.
2)Tahap kedua: Menetapkan subjek penelitian. Menentukan populasi dan sampel. Misalnya yang menjadi populasi adalah semua pria di suatu tempat tertentu, dengan umur antara 25-40 tahun, baik yang merokok maupun tidak merokok.
3)Tahap ketiga: Mengidentifikasi subjek yang merokok (risiko positif) dari dan subjek yang tidak merokok (risiko negative) dari populasi tersebut.
4)Tahap keempat: Mengobservasi perkembangan efek pada kelompok risiko positif maupun risiko negatif sampai pada waktu tertentu (misalnya sampai 10 tahun kedepan, untuk mengetahui terjadinya penyakit jantung).
5)Tahap kelima: Mengolah dan menganalisis data. Membandingkan proporsi orang-orang yang menderita penyakit jantung dengan proporsi orang-orang yang tidak menderita penyakit jantung. (kelompok perokok dan kelompok tidak merokok).

Refrensi :
1.Dawson-Saunders B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. London : Prentice Hall Inc, 1990.
2.Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology-the essentials. Ediisi ke-2 Baltimore: Williams & Wilkins; 1988.
3.Gardner MJ, Altman DG. Statistic with confidence. London: BR Med J, 1989.
4.Murti, Bhisma. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
5.Notoadmojo, Soekidjo. Prof. Dr. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.